Belajar pada Utsman bin Affan
Oleh: Nasruloh Baksolahar
Semakin banyak saja yang ditangkap. Alhamdulillah. Alasannya menyebarkan foto, video, gambar dan rencana makar. Namun apakah semakin surut para pelakunya? Ternyata tidak, karena yang nyata lebih banyak dari yang Hoax. Hoax versi siapa? Ini yang jadi persoalan
Kericuhan karena ketidakadilan itulah kuncinya. Pemimpin yang adil tidak akan pernah menciptakan keresahan. Seperti Utsman bin Affan ketika menghadapi pelaku Hoax yang berbuntut pada upaya melengserkan Utsman bin Affan sebagai Khalifah. Bagaimana sikap Utsman bin Affan?
Adakah sebuah negara yang kacau, bila dikelola dengan baik? Adakah negara yang meresahkan rakyatnya bila penguasanya adil? Adakah sebuah negara yang terus ribut, bila penguasanya menentramkan? Logika yang selalu salah dari penguasa adalah menghukum rakyatnya bukan memperbaiki tata kelola pemerintahannya. Itu yang tengah terjadi di negri ini.
Ketika aparat pemerintahan tidak lagi menjadi pelayan masyarakat, tetapi menjadi corong penguasa. Ketika aparatur negara menjadi pembela penguasa dan kekuasaan, tidak lagi bersama rakyatnya. Itulah penyebab keresahan dalam masyarakat. Mengapa rakyat yang selalu disalahkan? Mengapa penjara menjadi hukuman?
Ketika para demonstran mengepung Utsman bin Affan karena terpengaruh oleh Hoax, Utsman mengumpulkan mereka di Masjid. Lalu, memaparkan seluruh keutamaannya dalam perjuangan Islam, keutamaannya di sisi Rasulullah saw, keberhasilan pemerintahannya dan terakhir menuruti kemauan mereka untuk mengganti beberapa gubernur. Di masa Utsman bin Affan, Umat Islam mulai bisa menembus Eropa, Afrika dan Asia Tengah. Kesejahteraan meningkat luar biasa. Apa salahnya Utsman bin Affan? Tidak ada.
Para Sahabat senior siap membela Utsman bin Affan, seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhal, Zubair, namun Utsman bin Affan berkata, "Sarungkan pedangmu." Hasan, Husein, Abdullah bin Umar siap membela, Utsman bin Affan juga berkata, "Sarungkan pedangmu." Apa yang tidak bisa dilakukan oleh Utsman? Memiliki pasukan yang ditakuti dunia, namun dihadapan rakyatnya beliau sangat lembut. Dihadapan rakyatnya terlihat lemah? boleh ada darah rakyatnya yang tumpah. Para Sahabat bertanya, "Mengapa tidak melawan demonstran?"
Utsman bin Affan berkata, "Aku tidak mau menjadi orang pertama yang menumpahkan darah sesama saudaraku sendiri." Dalam keterkepungan oleh Demonstran, Utsman berdoa, "Ya Allah, tolonglah Umat Nabi Muhammad saw, Ya Allah satukan hati Umat Nabi Muhammad saw." Begitulah yang terrekam dalam kitab Ihya Ulumudin pada bab detik-detik terakhir kematian para Sahabat.
Pemimpin yang lemah memang selalu gagah dihadapan rakyatnya, namun tak bernyali dihadapan musuhnya. Pemimpin yang lemah memang menindas rakyatnya, namun menjadi hamba dihadapan para penjajah. Belajarlah pada Utsman bin Affan, beliau bisa membebaskan sejumlah negri, menandingi Romawi dan Persia, namun tak mau melawan rakyatnya. Menuruti suara rakyatnya. Inilah pemimpin yang kuat.
Pasca pembunuhan Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib mengikuti jejaknya. Tidak memburu mereka yang terlibat dalam pembunuhan Utsman bin Affan. Ali lebih mementingkan rekonsiliasi internal, menyelesaikan konflik internal agar negara dalam kondisi kondusif. Setelah itu baru memproses hukum mereka, walau kebijakan ini ditentang oleh Siti Aisyah dan Muawiyah. Begitulah cara pemimpin yang berwibawa menghadapi rakyatnya. Bila melihat pemimpin yang keras terhadap rakyatnya, apa tandanya?
Namun masa-masa setelah Khalifatur Rasyidin adalah masa pemerintahan yang menggigit. Sangat mudah menangkap para Ulama. Sangat mudah membunuh yang berlawanan. Era itu sudah lewat. Sekarang kita menghadapi era baru. Yaitu, pemerintahan diktator menurut Rasulullah saw? Wajar saja bila umat ini menghadapi tantangan yang lebih berat. Bagaimana menghadapinya? Berkata benar dihadapan penguasa, itulah jihadnya. Itulah jihad yang tertinggi.
0 komentar: