Sejarah yang Tetap Jujur
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Jejak abadi, mengapa para Nabi dan Rasul masih terekam jejaknya? Mengapa para Sahabat ra dan ulama salaf tetap menjadi referensi? Kemana perginya penguasa dan hartawan? Bukankah para penguasa dan hartawan selalu menjadi dambaan setiap orang di masanya? Mengapa tiba-tiba tertelan bumi?
Sejarah walaupun dimanipulasi namun dia memiliki hukum tersendiri. Walaupun banyak manusia yang ingin mempopulerkan dirinya dengan berbagai tipuan, namun sejarah memiliki cara seleksi tersendiri untuk diabadikan atau dihapuskan. Sejarah memiliki hukum untuk menaikkan derajat yang memang layak, dan menjatuhkan mereka yang berkamuflase.
Fitrah manusia itulah penyeleksian sejarah yang abadi. Yang bermanfaat akan terjaga. Yang sia-sia akan terhempas. Yang bertahan di muka bumi yang memberikan kemanfaatan. Yang menimbulkan kemudharatan akan terbuang oleh sejarah.
Allah menutupi kesalahan hamba-Nya. Allah menjaga rahasia keburukan para hamba-Nya. Itulah penyebab para pelaku maksiat, kezaliman dan kerusakan tak ditampilkan dalam pentas sejarah. Biarkan orang yang sudah wafat membawa amalnya masing-masing. Tak perlu diungkit. Tak perlu dibongkar kembali. Biarkan mereka mempertanggungjawabkannya hanya kepada Allah.
Yang memenuhi jiwa manusia akan abadi. Yang menggairahkan ruh manusia akan abadi, seperti keabadian ruh. Mengisi dunia dengan materi akan lenyap, seumur kekuatan materi. Yang memenuhi dunia dengan kesombongan akan sirna, karena Allah telah menurunkan derajat ke posisi yang sebenarnya. Inilah hukum jejak abadi sejarah.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Mawaizh fi Al-Hadist Al-Qudsiyyah mengutip firman Allah, "Wahai anak Adam, kerjakanlah seperti yang Ku perintahkan dan hindarilah apa yang Ku larang, niscaya Aku jadikan jejak hidupmu abadi. Aku adalah Zat Yang Maha Hidup tak akan pernah mati." Hukum keabadian sejarah adalah hukum ketaatan kepada Allah. Karena peran sejarah adalah membangun peradaban manusia.
0 komentar: