Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-1)
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Ahmad Sarwat dalam bukunya Kedudukan Qadhi dalam hukum Islam mengatakan, "Eksistensi tegaknya hukum syariah itu tergantung pada eksistensi qadhi. Dikatakan hukum itu berjalan, manakala dijamin qadhi lancar menjalankan tugasnya. Sebaliknya, dikatakan hukum itu runtuh ketika qadhi tidak menjalankan tugasnya."
Ahmad Sarwat melanjutkan, "Maka antara qadhi dan berjalannya hukum itu menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Walaupun di tengah umat Islam sudah ada AlQuran dan Hadits sebagai pedoman, namun keberadaan qadhi menjadi syarat mutlak bagi umat Islam."
Keberadaan Qadhi menurut Ahmad Sarwat, " Hukum keberadaan qadhi ini menjadi fardhu kifayah bagi umat Islam di suatu tempat, sedangkan bagi Sultan, hukumnya menjadi fardhu ‘ain untuk menunjuk atau mengangkat qadhi pada suatu
wilayah."
Jadi legalitas formal untuk melihat apakah di Nusantara telah menerapkan syariat Islam salah satunya dari hadirnya Qadhi yang memutuskan perkara pidana maupun perdata dalam sebuah kerajaan atau negara.
Bila menilik legalitas formalnya, ada beberapa kerajaan di Nusantara yang memenuhi syarat ini. Misalnya kesultanan Samudera Pasai. Ini terlihat dari catatan perjalanan Ibnu Batutah ke Pasai.
Ibnu Batutah tiba di Kesultanan Pasai di era Sultan Al-Malikush Zhahir II (1326-1348M). Dia menyaksikan bahwa sang Sultan sangat teguh memegang agama dan alim. Disisinya ada seorang Qadhi yang berasal dari Syiraz yang merupakan Zuriyah Rasulullah saw.
Ibnu Batutah menceritakan kesederhanaan sang Sultan, "Sultan sering bertukar pikiran dengan ulama. Bila pergi ke shalat Jum'at, sang Sultan berjalan kaki. Sang Sultan gemar sekali mengembangkan agama ke negri-negri yang berdekatan, dan negri mana pun yang belum memeluk Islam." 1)
1) Sejarah Umat Islam, Buya Hamka, GIP 2016, hal 524
0 komentar: