Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-2)
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Ibnu Qayim Al-Jauziyah berkata, "Darul Islam adalah negara yang dikuasai oleh kaum muslimin dan di dalamnya diberlakukan hukum Islam. Jika di dalamnya tidak diberlakukan hukum Islam maka status bukan darul Islam.
Kesultanan Demak memenuhi kriteria tersebut. Hukum Islamnya sudah diserap ke dalam kitab Salokantoro dan Angger Surya Alam. Kitab ini menjadi undang-undang yang berlaku di Kesultanan Demak. Cikal bakalnya tertuang pada Het Boek van Bonang dan Kropak Ferrara yang merupakan ajaran Wali Sanga.
Dalam teks dokumen Kropak Ferrara disebutkan, "Jika ada orang yang terlibat dalam persoalan hukum dan tidak mau diajak menyelesaikannya menurut syariat Islam, tetapi malah ingin memakai hukum kafir, maka dia menjadi kafir."
Dalam pemberlakuan hukum Islam di Kesultanan Demak, Raden Fattah dan para wali berperan sebagai penasihat dan penegak hukumnya. Kesultanan Demak merupakan obsesi pemimpin pertama Walisanga yaitu Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang pernah memberikan wejangan, "Melaksanakan hukum dan amaliah agama secara terang-terangan."
Untuk menata pemerintahannya, Sultan Fattah mengangkat Sunan Kudus sebagai Qadhi, hakim agung. Sunan Giri sebagai Mufti. Sunan Kalijaga sebagai dewan penasihat. Sedangkan imam pertama Masjid Agung Demak adalah Sunan Bonang putra Sunan Ampel.
Kitab Angger Suryo Alam merupakan adopsi dari Syariat Islam seperti, Jual beli, penitipan, penggadaian, hukum potong tangan bagi pencuri, hukuman mati bagi pencuri yang sekaligus pembunuh dengan dipenggal, hukum bunuh bagi pezina berat, denda, penjara, dan hukuman mati bagi pencela dan penghina agama dan sebagainya yang telah diterima oleh masyarakat Islam demi tegaknya keadilan dan ketertiban umum.
Melihat hal ini maka Theodoor Gautier dan Thomas Pigeaud sampai menyatakan bahwa Kesultanan Demak didirikan di atas pondasi syariat Islam yang ketat.
(Diringkas dari Buku Sultan Fattah, Rachmad Abdullah, Al-Wafi 2015)
0 komentar: