Islam Dalam Bahaya, Semuanya Ngantri ke Istana
(Bagian-1)
(Diringkas dari Buku "Dari Hati Ke Hati" Buya Hamka)
Tekanan jiwa belum pulih, indoktrinasi terus dipompakan dengan paksaan ke dalam jiwa dan mental dengan menghamburkan uang berjuta-juta (sekarang milyaran). Yang paling menderita adalah umat Islam.
Di tahun 1960, saya katakan "Islam dalam Bahaya". Komunis kian hari kian diberi hati oleh Presiden. Kristenisasi berkali lipat daripada di masa Belanda. Ulama yang berani berterus terang menyatakan Islam dalam aqidah sejati kian dipersempit langkahnya.
Pondok pesantren terus ditinggalkan. Ulama berduyun mencari pangkat dan kebesaran ke kota. Organisasi Islam supaya tidak dibubarkan tidak segan menjual keyakinannya pada Istana atau pihak berkuasa. Kekuatan Islam telah habis, meskipun orang masih ramai shalat Jumat.
Antara satu golongan Islam dengan yang lainnya dipecah belah, dimunculkan fitnah. Ada yang dirangkul, ada yang disepak. Yang satu dipuji, yang lain dibenci. Akhirnya, semua berduyun-duyun mendekati Istana, takut ke Istana. Bila ketinggalan, nanti difitnah oleh kawannya sendiri.
Bila sekiranya mau mengatakan Islam bisa bekerjasama dengan komunis. Bila mau mengatakan Nasakom itu perasaan dari Pancasila. Bila menyitir ayat Al-Qur'an dan Hadist sesuai kemauan negara. Bila mau memuja perbuatan mungkar dengan ayat Al-Qur'an dan Hadist. Maka selamatlah jiwanya, tetapi mendustai diri sendiri.
Seorang pejuang penegak Al-Qur'an pada hakikatnya adalah seorang yang terpaksa berani karena dia penakut. Ia berani menempuh bahaya di dunia, karena takut bahaya di akhirat.
Saat Belanda menjajah negri ini sampai 350 tahun, yang diajarkan Islam itu bahaya. Islam itu pemberontak melawan kekuasaan. Setelah merdeka, ajaran membenci Islam lebih diaktifkan lagi. Ditekankan dalam doktrin komunis, Islam itu kontra revolusi, subversi, Islam itu anti Pancasila. Orang Islam hendak mendirikan negara Islam dengan kekerasan dan akan melakukan kudeta.
(Bersambung)
0 komentar: