Al-Qur'an, Kurikulum Kehidupan bagi Para Pemimpin
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Al-Qur'an adalah ujian. Menjadi hujjah yang kuat untuk menolong atau justru menghancurkan? Ada yang semakin bertakwa dengan Al-Qur'an, namun ada yang semakin sesat. Al-Qur'an adalah ujian keyakinan kepada Allah? Seberapa kuat keyakinan? Apakah dianggap sebuah dongeng dan khayalan masa lalu, seperti yang dikatakan oleh yang hatinya berpenyakit? Atau yakin, menghujam hingga ke dasar bumi?
Mana yang lebih diyakini, janji Allah atau manusia? Mana yang lebih diyakini kekuatan dan kekuasaan Allah atau para penguasa adi daya? Mana yang lebih diyakini simpanan dan kekayaan di sisi Allah atau para pengusaha terkaya? Mana yang lebih diyakini simpanan yang ada di tangan atau di sisi Allah? Al-Qur'an adalah haq, kebenaran dan kepastian. Sedangkan yang ada disisi manusia mudah dirampas dan terhempas.
Andai dalam kepungan api seperti Nabi Ibrahim. Andai tersudut di tepi lautan dengan kepungan tentara Firaun yang perkasa. Andai suami istri sudah tua renta dan mandul seperti Nabi Zakaria. Andai di dalam gua yang mudah terlihat oleh para pelacak profesional. Apakah masih yakin kepada pertolongan Allah. Atau berputus asa? Namun keyakinan ini luntur, lebih yakin dengan hukum perundangan manusia dibandingkan hukum Allah. Merasa mulia dengan budaya hidup modern dibandingkan sunah-sunah harian Rasulullah saw.
Saat ada dua janji. Janji Allah dan janji manusia yang paling berkuasa dan berharta di dunia, mana yang lebih diyakini? Bila menghadapi pasukan tempur yang kuat dengan persenjataan yang lengkap, dengan modal ketakwaan dan sarana yang ada, bahwa Allah berjanji bisa mengalahkan pasukan tersebut, mana yang lebih diyakini? Seperti sikap para Sahabat yang terus berada di garda terdepan bersama Rasulullah atau kaum bani Israel yang meminta Nabi Musa berperang sendirian?
Al-Qur'an adalah ujian keyakinan. Al-Qur'an adalah ujian kepastian. Seperti Abu Bakar yang didatangi oleh kaum Quraisy saat Romawi dikalahkan Persia. Siapakah yang menjadi pemenang berikutnya? Kafir Quraisy meyakini Persia. Namun Abu Bakar meyakini bahwa kemenangan berikutnya berada di Romawi berdasarkan Al-Qur'an. Seperti itulah karakter manusia yang ditolong dan dimenangkan Allah. Keyakinan seperti melihat kenyataan atau melihat dulu baru meyakini? Pemimpin itu selalu memulainya dengan keyakinkan.
Al-Qur'an itu untuk para pemimpin bukan yang berkarakter budak. Al-Qur'an itu tempaan terdahsyat bagi mereka yang ingin membentuk dirinya sebagai pemimpin. Sang Maha Perkasa yang mendidiknya. Sang Maha Berilmu yang menempa dan melimpahkan ilmu. Sang Mahabijaksana yang memberikan ilham kebijaksanaan. Sang Maha Pembuka yang akan memberikan jalan kemenangan. Sang Maha Pengasih dan Penyayang yang melimpah rasa keadilan. Al-Qur'an adalah kurikulum hidup para pemimpin.
Bila janji Allah tidak membuat keyakinan akan kemenangan dan kejayaan. Bila janji Allah tak membuahkan semangat bergelora yang tak terpadamkan. Bila janji Allah tak membuat menjadikannya pedoman dan jalan hidup membangun peradaban. Maka kita tak layak untuk menjadi pemimpin. Karena pemimpin itu kuat terhadap keyakinannya. Kuat untuk merealisasikannya. Teguh dengan jalan kehidupannya. Bila Allah tak dipercayai, bagaimana meyakini keyakinan diri sendiri? Yang lemah, bodoh dan tak bisa memberikan kemanfaatan?
0 komentar: